MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Bersedekah kepada mereka yang membutuhkan bukan hanya sebuah tindakan kebajikan, tetapi juga merupakan sebuah nilai luhur yang tercermin dalam ajaran Islam.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Sahl, Rasulullah Saw lebih lanjut menguatkan ajaran tersebut dengan sabdanya, “Aku akan bersama orang-orang yang mengurusi anak yatim dalam surga.” Beliau memberikan isyarat visual dengan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah, memberikan gambaran betapa pentingnya peran sosial dalam membantu anak yatim.
Bersedekah tidak hanya dilihat sebagai amal kebaikan, tetapi juga sebagai bentuk investasi untuk memperoleh keberkahan dari Allah untuk di akhirat kelak. Dalam konteks ini, Islam tidak hanya mengajarkan memberikan bantuan materi, tetapi juga menekankan pentingnya memberikan perhatian dan kasih sayang kepada yang membutuhkan.
Namun, muncul persoalan etika mengenai keberlanjutan amal kebaikan atas nama orang yang telah meninggal dunia. Dalam Fatwa Tarjih, diungkapkan bahwa memberikan sedekah atau amal atas nama orang yang telah meninggal tidak mengalirkan pahala dan tidak menjadi amal bagi orang yang sudah meninggal tersebut. Ayat dalam Al-Qur’an (QS. An-Najm: 39) juga menegaskan prinsip bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.
Tim Fatwa Tarjih nampaknya menyoroti bahwa amalan kebaikan, termasuk sedekah, haruslah berasal dari inisiatif dan usaha pribadi yang hidup. Dengan kata lain, pahala bersedekah atas nama orang yang telah meninggal tidak dapat diatribusikan kepada mereka, karena itu tidak muncul dari usaha mereka sendiri.
Referensi:
Majalah Suara Muhammadiyah, edisi 19, TH ke-108, 1-15 Oktober 2023.